![]() |
| Di Titik Nol, Permisi
Kamis, 23 Februari 2012, 04.36 , 0 notification[s]
sejenak yang melelapkan. lalu, barisan kenagan pahit menerbitkan kembali luka itu. menciutkan hasrat tunas untuk bersemi. kelopak bunga masih jauh dari mekar, bahkan dalam ketakutannya layu teranggas terik matahari.
cukup sampai di sini. adalah kita, tidak ada-lagi.
aku akan berdiri di jalanku. mengundurkan diri sebagai tiang dan jembatan tanpa sebab, untuknya dulu.
dan tanpa izinnya aku akan berlari dan menari dalam gerimis pagi-sendiri. permisi!!!!
selalu ada rasa enggan untuk mengatakan: aku tak akan cinta lagi. entahlah! segalanya tampak tak pasti. samar kupandang jejaknya menilas di jemari pagi.
aku katakan selamat tinggal, dan aku pilih jalanku sendiri untuk sendiri.
dan...aku tetap ingin bungkam. mengingatnya hanya dalam diam. biar dalam mimpi saja aku berpeluh mengejar bayangmu yang mulai hilang.
sesakit apapun, aku bertahan. menafikkan yang ada....,lalu tiada.
patah sudah dan belum tumbuh apalagi berganti. kamu.
setelah perpisahan, menunggu kamu itu tak ubanya putaran nasib. mungkin, tidak...mungkin...tidak......dan mungkin. biarkan saja, setidaknya aku masih bisa menunggu.
makin jauh kurengkuh, tapi sadarku tak pernah nyata. selalu saja berpihak-kepadanya, tanpa jera.
inikah saatnya-bagiku, untuk tidak lagi mencari kenyataan karena begitu menyakitkan. kita tidak bersama lagi.
selalu begitu, kita berulang mengeja waktu yang menyajikan menu yang sama; maaf, jika aku mulai bosan.
dan malam ini izinkan aku buat sedikit meng-galau-kan sesuatu yang menurutkan tidak teramat penting dalam kehidupanku (re;mantan)
entahlah waktu harus mengingat tentang mantan itu sangat menyakitkan. bukan karna aku benci, bukan.
aku tidak ingin membenci orang yang pernah berada di kehidupanku bahkan aku teramat men-cintai-nya dahulu.
aku sedih-marah-kesal-dendam ketika aku harus mengingatnya bukan mengingatnya tapi di ingatkan.
aku cukup sedih akan itu semua.
hatiku berkecamuk.
haruskah aku kembali di titik puncak yang tak seharusnya aku lakukan?!
pertanyaan semu itu kembali hadir di pikiranku.
maafkan untuk malam ini aku harus meng-ingat-mu.
maafkan untuk malam ini ke-munafik-kanku tak terjaga.
maafkan untuk malam ini aku sedikit ingin menoleh kebelakang tanpa sebab.
maafkan untuk malam ini aku harus memikirkanmu dan memutar otak agar ke-esok-kan hari aku tidak memikirkanmu.
maafkan untuk malam ini saja.
aku bukan rindu atau semacam kangen. bukan.
aku hanya ingin mengecek keadaanmu disana bagaimana?
masih suka mempermainkan cewek?
masih suka beradu yang tidak pasti?
aku harap semua itu menghilang dari sifatmu.
seharusnya sebagai kita, perpisahan tak kan mengubah apa pun. karena kau telah memenangi hatiku, begitu juga sebaliknya.
ternyata, kata "seharusnya" tak berlaku lagi untuk kita.
kini, aku tahu: kau yang memilih bergeser dari garisku, dan membungkam hilang kenangan itu.
akhirnya, tak butuh lagi aku katakan: kembalilah! karena aku telah kalah, bahkan sebelum melambaikan kata perpisahan.
"berpaling. tertahanku. berlari, tertatihku. bertubi-tubi, ragu menamparku. sesak tak terperi, menghunus pilu."
semoga iya kamu..kamu mantan-ku bahagia atas pilihan-mu semua.
someday kita bertemu kembali dalam kehidupan bersama bukan sebagai pacar tetapi menjadi sebuah sahabat yang akur.
cheers, peace love and gawl.
|